Rabu, 03 Mei 2017

#1 Biasa Saja

Seperti jatuh cinta, putus cinta ternyata biasa saja.
Dan maaf sayang, saya perlu melakukan ini.
Menulis memang obat patah hati paling mujarab, dan sayang saya melakukannya lagi. Dahulu, meski bukan untukmu saya juga melakukan hal serupa, saya menulis. Saya menulis cerita pendek. Mengapa cerpen? Tentu kamu tahu, ini soal kegenitan intelektual, dan harga diri yang terlalu besar sebagai lelaki yang enggan terlihat cengeng. Meski hasilnya tetap picisan, terlalu banyak kode-kode murahan yang mudah diretas.
Mengapa tak lagi cerita pendek atau hal picisan lainnya? Soal ini saya hanya ingin memberitahumu satu hal: kejujuran itu berharga.
Memutuskan menulis ini berarti saya bulat untuk tak memperpanjang kisah kasih tentang kita. Termasuk mengubur semua impian kita. Tapi sebelum semua berlanjut dan menjadi makin rumit, saat ini saya hanya ingin menyampaikan hari pertama saya patah hati, meski lebih tepat disebut hari pertama saya memutuskan untuk patah hati.
Hari ini saya memutuskan tak menggunakan sepeda menuju stasiun untuk berangkat bekerja. Saya hanya ingin hari tak cepat padam. Saya ingin mengoleksi semua sakit yang kamu ciptakan paripurna, agar kelak saya tak perlu merasakan apapun lagi, tentangmu.
Please, please, please, let me get what I want milik The Smith saya setel di ponsel sebelum masuk ke kereta, hingga Juanda hanya lagu itu yang melingkar. Tentu saya sengaja, saya ingin memperluas hati untuk rekonsiliasi, bahwa setelah rekonsiliasi saya bisa mendapat apa yang layak saya dapatkan.
Di kantor, semua berjalan seperti biasa. Saya bekerja, sambil mengunduh Doctor Who musim kedelapan. Saya masih bercanda dengan satu-dua teman, makan siang di ruangan, saya masih kesal dengan atasan saya yang bodoh dan teman yang keras kepala. Semua seperti yang sudah-sudah. Tak lebih.
Saya juga tak menunggu pesan apapun darimu, meski seharusnya kamu mengirim banyak pesan menanyakan kondisi terbaru hati saya? Mengonfirmasi ulang kesediaan rekonsiliasi, atau memastikan seberapa lama saya bisa konsisten dengan ucapan saya malam sebelumnya, tentang kengganan saya melanjutkan hubungan ini.
Saya tak mengharapkan pesan apapun, karena mungkin saya tahu kondisimu. Sedang sibuk dengan gembira yang luar biasa biasa sebab kamu kini bekerja sesuai dengan citamu. saya mungkin mengerti sengitnya semua jadwal orientasimu sebagai pekerja baru, dan keinginanmu untuk fokus.
Saya mungkin mengerti, meski tak berkenan.
Sebab, sumber semua sakit ini adalah kamu. Sebab kamu selalu besar bicara akan bekerja keras membangun kembali hubungan ini. Sebulan setelah pengakuanmu hingga hari ini tak ada kerja keras yang nampak.
Saya mungkin tidak tahu, tapi biarkan saya egois.
Sebagai sumber sakit yang besar bicara, kamu harusnya bisa mencuri waktu untuk mengetahui perasaan saya, perasaan yang kamu hantam bertubi. Kamu seharusnya bekerja keras memperbaiki kita, sebab saya tak peduli sesibuk atau sebahagia apa kamu dengan aktivitas barumu. Kamu salah. Kamu perlu kerja keras memperbaikinya sendiri.
Hasil hari pertama: nihil.
Oke saya memang harus adil, kamu sempat mengirim bertanya: are you okay? Course I’m not fucking okay, you bloody moron.
Kuberitahu lain hal: tak akan berubah nasib sebuah hubungan akibat perselingkuhan, kecuali peselingkuh bekerja keras memperbaikinya sendiri.[1] Dan kamu tak sedang memperbaiki apapun.
Mulanya saya pikir Selepas Kau Pergi punya Laluna yang saya putar sebelum pulang kerja bisa jadi lagu selanjutnya. Nyatanya tidak. Lagu ini terlalu berorientasi pasar. Tak semua orang patah hati ingin membenci si pematah, apalagi butuh bantuannya. Sungguh naif. Setidaknya saya tak ingin benci kamu, karena itu adalah cara paling buruk melupakan seseorang.
Sebab semua negatif jelas menghabis banyak energi, dan kelelahan hanya akan beranak pinak negatif lainnya. Terus berputar seperti waktu yang melingkar.
Di perjalanan pulang ke rumah, saya genap melupakanmu. Dan oleh karenanya, sambil mendengar I Don’t Care Rendy Pandugo saya memutuskan membuat catatan ini.
Sebuah catatan lelaki patah hati,

Dan sayang semoga kamu menemukan catatan ini.



[1] Dengan catatan terselingkuh punya hati seluas samudera. Dibanding gayung berbentuk hati, punya saya kalah luas

0 komentar:

Posting Komentar