Dan maaf sayang, saya perlu melakukan ini.
Menulis memang obat patah hati paling mujarab, dan sayang
saya melakukannya lagi. Dahulu, meski bukan untukmu saya juga melakukan hal
serupa, saya menulis. Saya menulis cerita pendek. Mengapa cerpen? Tentu kamu
tahu, ini soal kegenitan intelektual, dan harga diri yang terlalu besar sebagai
lelaki yang enggan terlihat cengeng. Meski hasilnya tetap picisan, terlalu
banyak kode-kode murahan yang mudah diretas.
Mengapa tak lagi cerita pendek atau hal picisan lainnya?
Soal ini saya hanya ingin memberitahumu satu hal: kejujuran itu berharga.
Memutuskan menulis ini berarti saya bulat untuk tak
memperpanjang kisah kasih tentang kita. Termasuk mengubur semua impian kita.
Tapi sebelum semua berlanjut dan menjadi makin rumit, saat ini saya hanya ingin
menyampaikan hari pertama saya patah hati, meski lebih tepat disebut hari
pertama saya memutuskan untuk patah hati.
Hari ini saya memutuskan tak menggunakan sepeda menuju
stasiun untuk berangkat bekerja. Saya hanya ingin hari tak cepat padam. Saya
ingin mengoleksi semua sakit yang kamu ciptakan paripurna, agar kelak saya tak
perlu merasakan apapun lagi, tentangmu.
Please, please,
please, let me get what I want milik The Smith saya setel di ponsel sebelum
masuk ke kereta, hingga Juanda hanya lagu itu yang melingkar. Tentu saya
sengaja, saya ingin memperluas hati untuk rekonsiliasi, bahwa setelah
rekonsiliasi saya bisa mendapat apa yang layak saya dapatkan.
Di kantor, semua berjalan seperti biasa. Saya bekerja,
sambil mengunduh Doctor Who musim kedelapan. Saya masih bercanda dengan satu-dua
teman, makan siang di ruangan, saya masih kesal dengan atasan saya yang bodoh
dan teman yang keras kepala. Semua seperti yang sudah-sudah. Tak lebih.
Saya juga tak menunggu pesan apapun darimu, meski seharusnya
kamu mengirim banyak pesan menanyakan kondisi terbaru hati saya? Mengonfirmasi
ulang kesediaan rekonsiliasi, atau memastikan seberapa lama saya bisa konsisten
dengan ucapan saya malam sebelumnya, tentang kengganan saya melanjutkan
hubungan ini.
Saya tak mengharapkan pesan apapun, karena mungkin saya tahu
kondisimu. Sedang sibuk dengan gembira yang luar biasa biasa sebab kamu kini
bekerja sesuai dengan citamu. saya mungkin mengerti sengitnya semua jadwal
orientasimu sebagai pekerja baru, dan keinginanmu untuk fokus.
Saya mungkin mengerti, meski tak berkenan.
Sebab, sumber semua sakit ini adalah kamu. Sebab kamu selalu
besar bicara akan bekerja keras membangun kembali hubungan ini. Sebulan setelah
pengakuanmu hingga hari ini tak ada kerja keras yang nampak.
Saya mungkin tidak tahu, tapi biarkan saya egois.
Sebagai sumber sakit yang besar bicara, kamu harusnya bisa mencuri
waktu untuk mengetahui perasaan saya, perasaan yang kamu hantam bertubi. Kamu
seharusnya bekerja keras memperbaiki kita, sebab saya tak peduli sesibuk atau
sebahagia apa kamu dengan aktivitas barumu. Kamu salah. Kamu perlu kerja keras memperbaikinya
sendiri.
Hasil hari pertama: nihil.
Oke saya memang harus adil, kamu sempat mengirim bertanya: are you okay? Course I’m not fucking okay,
you bloody moron.
Kuberitahu lain hal: tak akan berubah nasib sebuah hubungan
akibat perselingkuhan, kecuali peselingkuh bekerja keras memperbaikinya sendiri.[1]
Dan kamu tak sedang memperbaiki apapun.
Mulanya saya pikir Selepas
Kau Pergi punya Laluna yang saya putar sebelum pulang kerja bisa jadi lagu
selanjutnya. Nyatanya tidak. Lagu ini terlalu berorientasi pasar. Tak semua
orang patah hati ingin membenci si pematah, apalagi butuh bantuannya. Sungguh naif.
Setidaknya saya tak ingin benci kamu, karena itu adalah cara paling buruk melupakan
seseorang.
Sebab semua negatif jelas menghabis banyak energi, dan
kelelahan hanya akan beranak pinak negatif lainnya. Terus berputar seperti
waktu yang melingkar.
Di perjalanan pulang ke rumah, saya genap melupakanmu. Dan
oleh karenanya, sambil mendengar I Don’t
Care Rendy Pandugo saya memutuskan membuat catatan ini.
Sebuah catatan lelaki patah hati,
Dan sayang semoga kamu menemukan catatan ini.
[1]
Dengan catatan terselingkuh punya hati seluas samudera. Dibanding gayung
berbentuk hati, punya saya kalah luas
0 komentar:
Posting Komentar