Senin, 08 Mei 2017

#6 Presisi


Bagaimana jika tuhan bosan? Rasanya seperti tercekik.
Kuberitahu sayang, kamu tak pernah berbuat salah. Kamu mengulangnya.
Saya baru saja menghapus tagar inisial namamu di pos instagram. Inisialmu terlalu mudah diketahui, sebab kamu memang selalu bangga dengannya. Sebelumnya saya baru membenahi perihal teknis catatan daring ini, menghapus fitur yang menurut saya terlalu rumit. Saya ingin semuanya sederhana.
Meski sebenarnya prosesnya lumayan melelahkan. sore tadi di kantor misalnya. saya memulai membuat ilustrasi untuk catatan ini termasuk untuk pos di instagram kelak. Saya buat sekaligus tiga, sore tadi. Cukup cepat sebenarnya sebab saya telah miliki konsep.
Namun tetap melelahkan. Biarlah, saya menikmati seluruh aktivitas ini. dan sepertinya saya akan rutin melakukannya untuk beberapa waktu ke depan: sebelum pulang kantor buat ilustrasi, sampai rumah rumah menulis, mengeposkannya, dan sesekali mebenarkan tampilan laman ini, esok hari buat pos dengan ilustrasi yang telah selesai di instagram.
Kamu tentu mengerti saya soal ini.
Sesekali memang terbersit ekspektasi berlimpah soal catatan ini. berharap instagram saya akan jadi terkenal dengan pos yang selalu viral, menjadi selebgram, hingga bisa mengais uang dari instagram, bahkan catatan ini bisa dibukukan, difilmkan. Sebuah mimpi generasi milenial.
Hanya saja saya mawas diri, saat ekpektasi tak pernah mencumbu nyata yang tersisa hanya sebuah kutukan.
Sejujurnya saya berharap seluruh catatan ini untuk viral, atau setidaknya kisah di catatan ini jadi perbincangan khalayak. Karena hanya itu satu-satunya cara agar kamu menemui catatan ini. jika kamu mengetahui catatan ini dari saya, maka tak akan ada lagi catatan ini. Sebab saya sudah benar-benar memutuskan persinggungan hidup denganmu hanya bisa disebabkan oleh campur tangan semesta. Bukan dari saya.
Pesanmu baru masuk, saya masih kuat tak membalasnya. Hari ini pesanmu memang bertambah, tentu akibat dari pertemuan kita kemarin. Namun semua masih tak berubah, kamu masih tak ingin tahu bagaimana perasaan saya? kamu masih belum mengonfirmasi kita yang mengambang, kamu masih lupa telah telah menyalakan bom waktu di hubungan ini, dan kamu masih tidak memperbaiki apapun.
Sayang, sekali lagi saya katakan: kamu salah. Saat pertama saya sebut, kamu jumawa bilang akan bekerja keras memperbaiki kita. Hingga saat ini masih nihil. Tanpa kamu sebut seharusnya memang hubungan ini kamu perbaiki sendiri-jika kamu masih ingin mempertahankannya.
Tiba-tiba muncul ingin untuk menanyakan itu semua kepadamu? Baiklah akan saya coba.
“Halo,” akhirnya pertahanannya saya goyah.
Satu panggilan masuk darimu gagal.
“Hey, aku nelepon kamu kok nggak bisa ya?”
Kali ini panggilan berhasil. saya tolak.
Maaf, saya tak berkenan bicara verbal denganmu. Kelak, seluruh pembicaraan hanya akan buat saya jengkel.
“Dimatiin ya? L
Saya bingung saya harus bicara apa? Menanyakan konstelasi hubungan kita tentu hanya akan dibalas omong kosong olehmu. Basa-basi sangat memuaka.
Satu panggilan kembali masuk. Maaf, kembali saya tolak.
Di awal catatan ini memang saya jelas bilang bahwa hubungan kita saya sebutkan kita memang selesai. walau sebenarnya saya masih menunggumu melakukan sesuatu.
kamu luring.
Jika memang ada yang ingin disampaikan mengapa pergi? Sepertinya ini pertanyaan yang tepat.
“Jika memang ada yang ingin disampaikan mengapa pergi?”
“Tidak pergi, barusan bapak minta tolong di miscalin hapenya,”
Kamu memang selalu punya jawaban untuk hal seperti ini. saya juga heran darimana kamu dapat asupannya?
“Aku sebenarnya emang kesulitan buat ngomong ke kamu mengenai hal-hal yang terkait hubungan kita. Aku baru nyadar, kalo aku Cuma dateng2 doang nyamperin kamu, jangan2 kamu malah kesel ya? L
Tidak. Saya tidak kesal karena itu. Tapi mempertahankan sikap seperti itu yang mungkin menyebalkan. Kamu salah. Kamu yang harus bekerja keras memperbaiki kita, bukan saya.
Kamu kembali luring. Maaf saya sengaja menunggu balasanmu yang lebih signifikan . Sebab bukan kesal karena sikapmu yang demikian yang lebih penting, tapi perasaan saya.
Saya kembali bingung. Biasanya saya akan menyebut bahwa semua yang saya katakan ternyata tak ada artinya, kamu membantah. Atau saya sok asik ketawa-ketawan yang merepresi. Atau hal sok keren lainnya.
“Di saat kayak gini yang mau kuomongin pasti pernyataan bahwa aku enggak bersedia berpisah sama kamu -----. Tapi sebagaimana kamu katakan, ya rasa cinta dan sayang itu harusnya nggak peduli status.
“Oh iya, aku pengen ketemu kamu deh hari Rabu. Misalnya aku bawa motor, kamu mau pulang bareng kah?”
“Mau apa?”
“Ya mau ketemu aja sebelum aku jalan outbond,”
“Ketemu untuk apa?”
“Untuk bicara mengenai kita dan hubungan kita,”
Wow.
Sepertinya saya sedang dipermainkan kembali.
“Kenapa tidak bicara sekarang? Atau bahkan setiap hari dalam sebulan belakangan?”
Entah karena sinyal yang brengsek, atau kamu yang terlalu rumit mempersiapkan mekanisme pertahanan diri. Pesanmu sampai sepuluh menit berikutnya.
“Gatau lebih nyaman kalo bisa sambil natap wajahmu, walaupun kualitas bicaraku nggak lebih baik ketimbang lewat tulisan,”
“Sebenarnya, aku kesulitan ngajak ngomong, nyampein pendapat, makanya aku selalu Cuma dateng2 aja nyamperin kamu, tapi nggak ada yang diomongin,”
“Jadi sekarang pun sebenarnya kamu gatau apa yang kamu disampaikan kelak kita bertemu?”
“Tau sih, -------“
“Ada satu hal yang baru aku sadar, konsistensi dalam berhubungan itu salah satu cara menjaminnya ya memang dengan membuat kebijakan tertulis,"
Kamu melantur, sayang. Kamu terdesak sehingga bicara apa saja yng menurutmu bisa menyelamatkanmu. Atau setidaknya untuk tak makin terlihat tak peduli dengan hubungan ini.
“Tapi kadang hal kayak gitu nggak diperluin sama pasangan2 yang menjalin hubungan asmara.
Ahhhh saya tahu ini bukan soal demikian, saya mengerti. Saya ingin sekali menjelaskan banyak hal sepeerti biasanya. Ini sakit sekali, sayang.
Saya harus mengakhiri catatan ini, saya mulai menangis kesal.

Dan sayang semoga kamu menemukan catatan ini.

Minggu, 07 Mei 2017

#5 Semu


Jika hidup saja tak nyata, apalagi yang bisa diharapkan dari kematian?
Sayang, sebenarnya apa yang sedang kita lakukan saat ini?
Saya termasuk orang yang memercayai ada hal-hal ghaib di dunia ini, tapi untuk vampir dan dracula saya tidak percaya. Setidaknya cerita soal mereka sendiri yang mengasi eksistensi mereka juga sebenarnya fana. Dua makhluk itu dikutuk untuk tak bisa menikmati sinar matahari, oleh karenanya mereka hanya bisa berkelana di kegelapan. Bahkan konon cahaya bulan dapat menjadikan mereka makin digdaya.
Tentu hal tersebut omong kosong, anak kelas 4 SD yang sudah belajar Ilmu Pengtahuan Alam pun sudah mengerti dimana letak kontradiksinya. Sebab pada dasarnya cahaya bulan tak pernah memiliki cahaya, ia hanya memantulkan cahaya dari matahari. Sehingga pada dasarnya sesuatu yang membuat vampir dan dracula hebat adalah sesuatu yang bisa membunuhnya.
Cerita yang naif ya, sayang?
Saya baru saja tiba selepas mengantarmu pulang. Seperti biasa, letih memang sahabat terbaik untuk menulis catatan patah hati seperti ini. Meskipun sebenarnya saya juga bingung untuk menjelaskan dimana presentasi patah hati untuk cerita hari ini.
Di rumahmu kita masih bicara seperti sebelumnya, saya masih bercanda dengan adikmu, ngobrol seadanya dengan ibumu.
Sebelumnya saya masih menemanimu belanja keperluan sandang untuk pekerjaan barumu, terlebih untuk keperluan aktivitasmu berminggu di luar kota sebagai orientasi dari perusahaan barumu. Setelahnya kita masih makan bersama.
Sebelumnya saya bahkan masih tak kuat untuk tak mengajakmu datang ke pernikahan teman saya yang lain. saya masih belum jahat untuk membiarkanmu pulang sendirian.
Sebelumnya lebih mengenaskan buat saya, kamu yang bangun tidur di kasur saya, masih membantu ibu saya masak sembari ngobrol berputar. Dan membangunkan saya untuk sarapan yang sebenarnya telat bersama keluarga saya.
Mereka memang tak tahu bagaimana rentannya hubungan kita ini, serta mungkin kamu masih tetap tidak tahu bahwa kita sedang bergelayut di jembatang yang telah putus.
Sayang, malam ini tak banyak yang ingin saya sampai sebab United sebentar lagi akan memulai laga dengan tim medioker sok keren Arsenal.

Dan sayang semoga kamu menemukan catatan ini.

#4 Firasat


Sepandai-pandainya bangkai melompat, rusak susu sebelangga.
Sayang, bolehkah saya menyerah?
Selepas bersalaman dengan mempelai, saya hanya mengambil sebatang rokok, menyelakannya dan menjauhi kerumunan. Kembali saya ingin mengulur waktu, meski kali ini berbeda alasannya. Ini akhir pekan, setelah menjalani hari sibuk dan melupakan saya, kamu pasti serta merta datang ke rumah saya. Saya tahu itu.
Seperti saya tahu bahwa ada yang tidak benar dengan hubungan kita selama tiga tahun terakhir.
Seingat saya pengkuanmu datang karena desakan saya beberapa hari sebelumnya, soal saya merasa ada yang kamu sembunyikan. Awalnya kamu masih saja menganggap saya yang sangat posesif terhadapmu, saya yang memiliki kerusakan mental.
Tapi kamu harus mengakui sayang, rusaknya mental saya memang disebabkan olehmu.
Setelah pengakuan itu pun saya sadar tiga tahun belakangan saya memang menjadi posesif, sejak tiga tahun belakangan secara tiba-tiba saya sering menanyakan apa yang kamu sembunyikan dari saya? apa? Apa?
Saya selalu merasa asing saat kamu tidak bisa saya jangkau. Parahnya akumulasinya pasti selalu buruk, saya menganggap kamu sedang asyik masyuk dengan lelaki lain. padahal saya tak punya alasan apapun untuk melontarkan pertanyaan itu, dan entah saya pun tidak tahu mengapa saya bertanya demikian.
Hingga pada akhirnya kamu merasa jengah, selama tiga tahun selalu saya curigai. Selama kamu pergi jauh berminggu-minggu, berkegiatan menginap di hotel, dan berinteraksi dengan leaki lain, selalu saya ingin minta putus hanya karena kekhawatiran saya.
Kamu jengah?
Hingga datang pengakuanmu bahwa ternyata kamu memang pernah berasyik masyuk dengan lelaki lain di kamar hotel. Dan pengakuanmu itu baru datang tiga tahun setelah kamu melakukannya. Selama tiga tahun itu pula kamu kita menjalani hubungan seperti sedia kala. Tetap bertengkar karena berlebihnya khekhawatiran saya. dan seterusnya. Dan yang paling parah selama tiga tahun itu pula kamu selalu menyanggah bahwa kamu pernah selingkuh. Terus menerus.
Sampai sekarang juga saya masih belum paham apa motivasi pengakuanmu lalu.
Dan saat ini sudah lebih dari sebulan pengakuanmu, kamu kembali datang ke rumah saya. saya sengaja untuk mengulur waktu, karena berikutnya saya paham apa yang akan terjadi. kamu hanya akan menunggu saya bicara, menunggu saya marah, menjelaskan kembali semua yang sudah saya jelaskan, agar kamu memiliki amunisi untuk membantahnya.
Tapi kini saya lebih pintar. lebih tenang mungkin lebih tepat. Siasat saya hanya satu: biasa saja. makanya saya tak mencoba bicara terlebih dahulu, marah atau hal-hal yang bisa memancing seranganmu. Hingga akhirnya kamu berencana pulang setelah kita membeku lebih dari tiga jam.
Untung kini hujan memihak saya, ia menggalkan strategi defensifmu.
Kamu saya tarik kembali ke dalam, dan saya persilakan menginap di rumah saya. Sebab saya tak setega itu, membiarkanmu pulang sendirian di tengah hujan. Lagipula saya memang tidak ingin membencimu.
Saya mempersilakanmu tidur, kamu bersikeras menolaknya.
“Saya tanya lagi, ada apa datang kemari?”
“Aku mau ketemu kamu?”
“Iya, sekarang sudah bertemu, lantas?”
Kamu kembali diam, meletekaan kepala di sofa.
Saya benci situasi seperti ini.
“Bagaimana pekerjaan barumu?”
Kamu lumer, bercerita hampir lebih dari setengah jam tanpa kata apapun dari saya.
Saya sekadar bersikap ramah
Maaf, kesempatan, pilihan, dan waktu sudah saya berikan semuanya kepadamu. Kamu tetap tak bisa memanfaatkannya.
Sekali lagi, kamu tidak sedang memperbaiki apapun.
Setelah cerita pekerjaanmu, kembali muncul bincang soal hubungan kita, pembicaraan yang melulu seperti itu. Sebagaimana saya tak berkenan melanjutkan hubungan ini, saya juga enggan membicarakannya.
Lampu saya ruang tamu saya matikan, saya tidur. Sedang kamu bergegas ke kamar saya. Tidur.
Lucu ya?
Saat ini saya sedang menulis catatan patah hati yang disebabkan oleh orang yang sedang tidur di kamar tidur saya.

Dan sayang semoga kamu menemukan catatan ini.

Jumat, 05 Mei 2017

#3 Memang Keren?


Malas dan menyederhanakan kompleksitas itu tidak keren!
Duh sayang, kamu memalukan
Saya pikir dengan niat untuk menulis setiap hari, catatan-catatan ini akan sangat terasa dipaksakan. Meski sejak awal saya sendiri tidak tahu akan jadi apa seluruh catatan ini beserta turunannya. Tentu saya berharap kamu menemukannya, hanya itu harapan terakhir yang miliki untuk kamu.
Baru satu paragraf, pikiran saya sudah kemana-mana. Karena hal yang kamu lakukan ini, sungguh memalukan, sayang.
Sebentar,
Oke, saya mau bilang tanpa arah menulis yang jelas, dan niat untuk menulis setiap hari, tentu apa yang saya bicarakan kelak akan terkesan memaksa. Ini yang pertama.
Tapi sepertinya, tantangan itu bisa saya hadapi dari hal-hal yang kamu lakukan sendiri. Apa yang kamu lakukan barusan. Duh sungguh memalukan.
Sebelum kuberitahu, saya ingin jelaskan mengapa hal itu memalukan:
Hari ini tak ada yang spesial untuk saya, tak ada gembira, meski sedih pun enggan terbit. Ahh, ternyata ada rasa excited-saya tak bisa menemukan padanan bahasa indonesia yang tepat untuk ini-yang saya rasa hari ini. saya akhirnya memutuskan template apa yang tepat untuk laman catatan daring ini. Apalagi tipe huruf bawaannya cukup baik.
Itu satu hal, dan satu hal akan membawa kita ke hal-hal lain, sebab hanya waktu yang berkeliling. Karena terlalu asik utak-atik, saya baru keluar kantor selepas maghrib. Dan sialnya baru jalan mengendarai motor beberapa meter keluar kantor hujan makin ganas. Saya harus menepi.
Untung masyarakat Indonesia itu keras kepala, sekaligus tamak. Saya menepi di wrung rokok, yang berdiri di trotoar jalan. Sebungkus rokok, segelas kopi, hujan, serta perasaan yang hancur. Kombinasi ciamik.
Hujan masih belum melunak, lain orang hilir mudik makin bersesakan di sekitar saya. saya buat daftar lagu baru di ponsel: britmood++ sebab beberapa hari belakangan The Smiths sering saya putar berulang dan jadi motivasi utama. Tentu berikutnya kamu tahu, Out of Time Blur masuk skuad, yang lainnya ada The Cure, Suede, dan satu lagu dari Edson, Sunday, Lovely Sunday yang ternyata bukan berasal dari daratan Britania. Ini alasan saya tambah lambang plus (+).
Hujan makin mengeras, saya menghabis waktu. Dan hujan memang teman baik patah hati. Saya mulai goyah, sejak menyebut nama saya pukul 15:25 sampai menuju pukul sembilan, kamu tak mengirim pesan ke saya. Saya juga mengeksploitasi seluruh pesanmu hari ini, sungguh menyedihkan. Tiga hari saya tak bicara kepadamu, pesanmu kepada saya makin berkurang, hilang.
Saya ingin marah. Kamu berjanji pada saya, setelah berselingkuh hanya akan ada pekerjaan barumu serta saya. kamu hanya akan fokus sama pekerjaan barumu sembari sesekali memperbaiki perasaan saya.
Iya saya tahu perasaan saya memang tanggung jawab saya. Namun ia remuk akibatmu, dan kamu berjanji ingin bekerja keras memperbaikinya. Nyatanya, tak ada apapun, sejak menjelang sore, bahkan dalam maya kamu tak mengunjungi saya.
Selama tiga hari ini bahkan saya tidak tahu apapun apa yang kamu kerjakan? Sebegitu sibuk? Itu bukan urusan saya, sebagai yang tersakiti dan enggan berbesar hati. Itu urusanmu untuk bersiasat.
Selama tiga hari ini saya tidak tahu lelaki mana lagi yang kamu dekati dengan sadar? Lelaki mana lagi yang kamu peluk?
Sekali lagi saya beritahu, kamu salah, bukan karena melakukan kesalahan tapi karena terus mengitarinya. Dan kamu memang tidak sedang bekerja keras memperbaiki apapun.
Perasaan yang rusak, genit yang tak lenyap. Saya punya alasan untuk kemudian kembali menjelaskan matriks hubungan kita. Saya berhak untuk kembali marah.
Memang saya sering katakan bahwa yang rusak masih bisa diperbaiki. Tak lantas dibuang. Tapi begini, tak ada seorang pun yang mau minum dari gelas yang pecah. Sekalipun ia diperbaiki akan sangat berbahaya sebab serpihannya bisa masuk ke tubuh. Membunuhmu.
Oleh karenanya saya enggan marah tadi. Sedang hujan mulai tak jatuh, saya bergegas pulang. Macet, basah, letih. Sepuluhmalam menyambut saya di rumah.
Saya buka ponsel, banyak pesan masuk. Ada harapan kecil kamu yang mendominasi pesan itu. Nihil. Setelah seluruh pesan saya lihat, milikmu baru tiba. Pesan suara empat menit lima detik.
Saya kira akan ada penjelasan atas hilangmu lebih dari 7 jam ini, atau argumen cengeng yang cenderung omong kosong, atau apapun yang pernah kamu lakukan sebelumnya.
Sebuah lagu: dari Zayn Malik duet Taylor Swift, yang saya juga tak tau judulnya apa. Tapi saya tahu itu lagu pengiring sebuah film.
Wow!
Itu memalukan, saying.
Ada marah dan komedi datang bersamaan. Soal marah bisa saya singkirkan, sebab setidaknya saya punya tema untuk menulis catatan ini.

Dan sayang semoga kamu menemukan catatan ini.


Kamis, 04 Mei 2017

#2 Konsistensi


Konsistensi akan menjadikanmu legenda. Selanjutnya legenda niscaya berwujud mitos.
Sungguh sayang, kita hanya melingkar sebelum genap.
Semula motivasi saya menulis catatan patah hati ini sekadar saluran energi negatif saya, saya tak ingin melulu mengutukmu. Sebab dalam semesta, energi tak musnah. Ia hanya berkonversi ke bentuk atau akumulasi lain.
Termasuk untuk menulis catatan ini secara serampangan, dengan jadwal sesuka hati-yang kamu rusak-saya. Itu niat awalnya, sekadar anggapan mengutukmu akan buat saya boros energi. Niat itu melenceng, sebab saya sadar energi kekal. Semua catatan yang kelak saya tulis tentu tak bisa menghilang seluruh sakit.
Dan oleh karenannya, saya akan menulis catatan ini setiap hari.
Walau konsekuensinya adalah saya akan meracau tanpa arah. Saya bahkan menghabis waktu satu jam sampai di titik ini. Belum lagi saya sambil menerus memeriksa ponsel, apakah ada sudimu untuk memeriksa perasaan terbaru saya; untuk memeriksa konsistensi saya meninggalkan kita.
Hanya dua kali kamu bertanya kabar saya hari ini, yang untungnya saya masih kuat untuk tak menanggapi apapun. Sisanya seperti biasa saja, seperti tak ada selingkuhmu, seperti tak ada pengakuan yang kamu timbun bertahun. Kamu masih sebut saya sayang.
Soal ini ada dua hal. Pertama kamu memang jago. Sejak pertama hingga terakhir kali kita bertengkar, kamu hanya berdiam diri, tak melangkah. Kedua, tentu soal saya yang terlalu mudah memaafkanmu. Mungkin itu yang membuat semuanya buatmu jadi sepele. Mungkin itu yang membuat pernyataan saya untuk mengakhiri hubungan ini tak kamu gubris, sehingga kamu bisa berlenggang seakan bumi tetap berotasi dengan memakan waktu yang sama sejak dahulu. Padahal jika kamu lebih jeli, sejak lahir bumi kehilangan sepersekian detik tiap harinya. Dan dari sini konsep kiamat muncul.
Pemicu; Pertengkaran; kamu tak terima kita bertengkar; saya jelaskan matriksnya; kamu marah membantah; saya kembali jelaskan matriksnya; kamu bersikeras membantah; saya lebih marah; kamu menerima seperempat eksplanasi saya; saya membuas; kamu mengernyit; saya hilang; kamu memburu; saya tak nyaman dengan berburumu; kamu menerima kehilangan saya; saya kembali padamu; kembali semula; pemicu; pertengkaran; ; ;
Kita memang tak terlalu bijak. Alih-alih saling mencintai, kita malah berkompetisi untuk memenangkan. Bukan menenangkan.
Ah, catatan ini terlalu dibuat-buat. Tapi tak apa, ada harga yang memang harus dibayar dari permulaan.
Ada satu hal lagi, soal membuat membuat catatan ini. sejak awal saya memang berniat untuk mempublikasikan semua catatan ini. Akan saya unggah daring. Dan di sini muncul satu masalah, kamu cukup mengerti saya seorang perfeksionis, yang mengangungkan presisi. Meski terkesan agak buruk, tapi saya rela bekerja keras.
Semalam saya sudah buat laman daring untuk menampung catatan-catatan ini kelak. Namun di kantor tadi tiba-tiba saya berpikir alamat catatanlelakipatahati,blogspot.com terlalu panjang dan terlalu rumit. Kemudian saya ingin mengubahnya jadi patahati.blogspot.com. sialnya domain itu sudah dimiliki. Saya kemudian saya menemukan: remahati.blogspot.com. Saya belum memeriksa di KBBI apakah kata remah baku atau tidak tapi setidaknya remah bisa menyingkat H dari hati.
Dan kamu tahu apa yang saya lakukan setelahnya? Saya buat logo. agar kepala laman bisa lebih indah dibanding tampilan pemberian google. Saya pun masih utak-atik soal tata letak laman. Setelahnya saya berpikir untuk membuat kanal promosi. Instagram jadi pilihan. Elegan,sederhana, dan bisa memungkinkan saya untuk eksplorasi dengan kemampuan saya.
Oh ya,
Beberapa hari lalu, saya juga baru menghabis 13 Reason Why versi Netflix. Tentu saya tak menyukai karakter cengeng macam Hannah Barker. Tapi upayanya mengoleksi memori tentang ketigabelas pemilik mata silet bukan hal sepele.
Tenang sayang, saya tak seimpulsif itu untuk meregang nyama. Kamu tak berharga amat untuk menciptakan motivasi seperti itu. Walau saya masih ingin kamu tak terlambat membaca catatan ini.

Dan sayang semoga kamu menemukan catatan ini.


Rabu, 03 Mei 2017

#1 Biasa Saja

Seperti jatuh cinta, putus cinta ternyata biasa saja.
Dan maaf sayang, saya perlu melakukan ini.
Menulis memang obat patah hati paling mujarab, dan sayang saya melakukannya lagi. Dahulu, meski bukan untukmu saya juga melakukan hal serupa, saya menulis. Saya menulis cerita pendek. Mengapa cerpen? Tentu kamu tahu, ini soal kegenitan intelektual, dan harga diri yang terlalu besar sebagai lelaki yang enggan terlihat cengeng. Meski hasilnya tetap picisan, terlalu banyak kode-kode murahan yang mudah diretas.
Mengapa tak lagi cerita pendek atau hal picisan lainnya? Soal ini saya hanya ingin memberitahumu satu hal: kejujuran itu berharga.
Memutuskan menulis ini berarti saya bulat untuk tak memperpanjang kisah kasih tentang kita. Termasuk mengubur semua impian kita. Tapi sebelum semua berlanjut dan menjadi makin rumit, saat ini saya hanya ingin menyampaikan hari pertama saya patah hati, meski lebih tepat disebut hari pertama saya memutuskan untuk patah hati.
Hari ini saya memutuskan tak menggunakan sepeda menuju stasiun untuk berangkat bekerja. Saya hanya ingin hari tak cepat padam. Saya ingin mengoleksi semua sakit yang kamu ciptakan paripurna, agar kelak saya tak perlu merasakan apapun lagi, tentangmu.
Please, please, please, let me get what I want milik The Smith saya setel di ponsel sebelum masuk ke kereta, hingga Juanda hanya lagu itu yang melingkar. Tentu saya sengaja, saya ingin memperluas hati untuk rekonsiliasi, bahwa setelah rekonsiliasi saya bisa mendapat apa yang layak saya dapatkan.
Di kantor, semua berjalan seperti biasa. Saya bekerja, sambil mengunduh Doctor Who musim kedelapan. Saya masih bercanda dengan satu-dua teman, makan siang di ruangan, saya masih kesal dengan atasan saya yang bodoh dan teman yang keras kepala. Semua seperti yang sudah-sudah. Tak lebih.
Saya juga tak menunggu pesan apapun darimu, meski seharusnya kamu mengirim banyak pesan menanyakan kondisi terbaru hati saya? Mengonfirmasi ulang kesediaan rekonsiliasi, atau memastikan seberapa lama saya bisa konsisten dengan ucapan saya malam sebelumnya, tentang kengganan saya melanjutkan hubungan ini.
Saya tak mengharapkan pesan apapun, karena mungkin saya tahu kondisimu. Sedang sibuk dengan gembira yang luar biasa biasa sebab kamu kini bekerja sesuai dengan citamu. saya mungkin mengerti sengitnya semua jadwal orientasimu sebagai pekerja baru, dan keinginanmu untuk fokus.
Saya mungkin mengerti, meski tak berkenan.
Sebab, sumber semua sakit ini adalah kamu. Sebab kamu selalu besar bicara akan bekerja keras membangun kembali hubungan ini. Sebulan setelah pengakuanmu hingga hari ini tak ada kerja keras yang nampak.
Saya mungkin tidak tahu, tapi biarkan saya egois.
Sebagai sumber sakit yang besar bicara, kamu harusnya bisa mencuri waktu untuk mengetahui perasaan saya, perasaan yang kamu hantam bertubi. Kamu seharusnya bekerja keras memperbaiki kita, sebab saya tak peduli sesibuk atau sebahagia apa kamu dengan aktivitas barumu. Kamu salah. Kamu perlu kerja keras memperbaikinya sendiri.
Hasil hari pertama: nihil.
Oke saya memang harus adil, kamu sempat mengirim bertanya: are you okay? Course I’m not fucking okay, you bloody moron.
Kuberitahu lain hal: tak akan berubah nasib sebuah hubungan akibat perselingkuhan, kecuali peselingkuh bekerja keras memperbaikinya sendiri.[1] Dan kamu tak sedang memperbaiki apapun.
Mulanya saya pikir Selepas Kau Pergi punya Laluna yang saya putar sebelum pulang kerja bisa jadi lagu selanjutnya. Nyatanya tidak. Lagu ini terlalu berorientasi pasar. Tak semua orang patah hati ingin membenci si pematah, apalagi butuh bantuannya. Sungguh naif. Setidaknya saya tak ingin benci kamu, karena itu adalah cara paling buruk melupakan seseorang.
Sebab semua negatif jelas menghabis banyak energi, dan kelelahan hanya akan beranak pinak negatif lainnya. Terus berputar seperti waktu yang melingkar.
Di perjalanan pulang ke rumah, saya genap melupakanmu. Dan oleh karenanya, sambil mendengar I Don’t Care Rendy Pandugo saya memutuskan membuat catatan ini.
Sebuah catatan lelaki patah hati,

Dan sayang semoga kamu menemukan catatan ini.



[1] Dengan catatan terselingkuh punya hati seluas samudera. Dibanding gayung berbentuk hati, punya saya kalah luas